LHOKSEUMAWE – PUJATVACEH.COM – Penangkapan Arwan Syahputra, Koordinator Lapangan dalam aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja, di kantor DPRD Batubara, Sumatera Utara, menuai kecaman dari sejumlah organisasi mahasiswa.
Menurut mereka, penangkapan aktivis HMI cabang Lhokseumawe-Aceh Utara tersebut, merupakan bentuk nyata pembungkaman ruang demokrasi.
Setelah sempat hilang kontak secara misterius, Arwan Syahputra, aktivis mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI cabang Lhokseumawe – Aceh Utara, diduga telah dijemput dan ditahan oleh pihak kepolisian Polres Batubara, Polda Sumatera Utara.
“Penangkapan Arwan Syahputra bermula pada tanggal 12 Oktober 2020 lalu, setelah sejumlah elemen masyarakat, buruh, mahasiswa, dan pelajar, melakukan aksi unjuk rasa menolak UU Omnibuslaw Law Cipta Kerja di kantor DPRD Batubara Sumatera Utara, yang berujung ricuh.” Ujar Muhammad Fadli Koordinator Ormawa Pase Bersatu dalam konferensi pers di Setber Jurnalis Pasee.
Kericuhan dipicu adanya aksi provokator yang melakukan pelemparan batu ke arah gedung DPRD Batubara. Sehingga hujan batu mengenai Kepala Kasat Sabhara Polres Batubara, hingga timbulkan terjadinya chaos atau kekacauan yang membuat para demonstran juga ikut terluka.
Pasca kejadian itu, tercatat sekitar 42 orang demonstran di amankan ke Polres Batubara, dan hingga saat ini sekitar 7 orang diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara itu, Koordinator Lapangan Arwan Syahputra yang juga merupakan mahasiswa hukum tatanegara angkatan 2017 Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, sekaligus Ketua HMI Komisariat Hukum Unimal terpilih cabang Lhokseumawe – Aceh Utara juga dicari oleh Yuridiksi Polres Batubara.
Menurut Fadli, Arwan dijemput ketika sedang melanjutkan aktivitas perkuliahannya oleh dua orang pria dengan menggunakan mobil, di salah satu warung kopi di kota Lhokseumawe. Setelah itu, Arwan hilang kontak dengan teman-teman mahasiswa lainnya.
Kemudian mahasiswa mendapatkan informasi jika Arwan telah diamankan ke Polres Batubara untuk menjalani pemeriksaan. Terkait status hukumnya saat ini, mereka belum mendapatkan informasi lebih lanjut.
Menanggapi hal itu, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Malikussaleh menilai, penanggapan Arwan Syahputra merupakan salah satu bentuk nyata pembungkaman ruang demokrasi.
Mereka juga menilai, pihak kepolisian telah melakukan penjemputan secara paksa, yang dikhawatirkan akan membangun perspektif negatif dari sejumlah pihak terhadap Arwan Syahputra.

Terkait hal itu, Ariski R.M. BEM Universitas Malikussaleh mengecam dan meminta pihak kepolisian untuk membebaskan mahasiswa asal Batubara tersebut.