ACEH UTARA PUJATVACEH.COM Majalah  bertajuk “Neurok” yang dikeluarkan oleh seorang tokoh adat dan budaya Aceh yang bernama Syamsuddin atau lebih dikenal dengan sebutan Ayah Panton ini berisikan tentang sejarah dan kebudayaan Aceh yang dituliskan dengan menggunakan Bahasa Aceh.

Melalui majalah Neurok ini, pria paruh baya yang berdomisili di kawasan Panton Labu, Aceh Utara tersebut ingin mengajak masyarakat Aceh terutama kaum millenial untuk kembali mengenal sejarah dan budaya Aceh.  Serta mengajak generasi penerus Aceh untuk kembali terbiasa bertutur kata dengan menggunakan Bahasa Aceh agar Bahasa Aceh tidak punah ditelan zaman.

Majalah ini menceritakan tentang semua khasanah Aceh, mulai dari bahasa, warisan budaya Aceh, cerita tentang masyarakat Aceh ketika melawan penjajahan Belanda,  serta sejumlah tokoh Aceh yang berpengaruh.

Ayah panton menuturkan, ide awal peluncuran majalah “Neurok” ini berawal pada lima belas tahun lalu, namun terkendala masalah finansial sehingga tidak berhasil untuk dicetak.  Namun saat ini berkat dukungan dari berbagai pihak, dirinya berhasil meluncurkan dua edisi “Neurok” dan direncanakan akan menerbitkan empat edisi dalam jangka waktu satu tahun.

“Alhamdulillah, kini kita bisa meluncurkan majalah Neurok ini. Ide awalnya15 tahun lalu, namun karena ada masalah finansial kita berhasil meluncurkan dua edisi Neuork dalam satu tahun,” Tutur Ayah Panton.

Menurut Ayah Panton, dikeluarkan majalah Neurok ini merupakan salah satu cara untuk melestarikan Bahasa Aceh, mengingat generasi saat ini mulai meninggalkan Bahasa Aceh dalam bertutur kata sehari-hari maupun dalam pergaulan sesama orang Aceh sendiri.

“Niat saya dari majalah Neurok ini merupakan salah satu cara untuk melestarikan Bahasa Aceh dalam bertutur sehari-hari dalam pergaulan di masyarakat Aceh,” Ucapnya.

Ayah Panton risau karena saat ini masyarakat Aceh tidak lagi berbahasa Aceh, padahal jika dilihat masyarakat beberapa suku lain di Indonesia, misalnya suku Jawa ataupun suku Batak mereka bangga menggunakan bahasa sendiri dalam percakapan sehari-hari.

Namun sebaliknya hal ini tidak diikuti oleh masyarakat Aceh, banyak yang beranggapan jika berbicara bahasa medok aceh itu akan terlihat kampungan.

“Kita lihat masyarakat Aceh sudah jarang dan bangga untuk berbicara dengan Bahasa Aceh, coba kita liat orang Jawa atau Batak, mereka bangga dengan bahasanya sendiri,” Risaunya.

Harapannya agar majalah ini dapat didukung oleh empat tokoh, mulai dari ahli media,  sejarah, bahasa, dan adat budaya tentang Bahasa Aceh. Serta peran dari Pemerintah Daerah agar dapat memasukkan majalah tersebut ke sejumlah sekolah maupun perpustakaan, baik yang ada di perkotaan maupun perdesaan.

“Semoga majalah ini dapat dukungan dari para tokoh dan pemerintah daerah agar dapat didistribusikan ke sekolah maupun ke perpustakaan di desa maupun di kota” Harap penulis majalah Neurok ini.

Hal itu perlu dilakukan agar generasi penerus dapat menulis secara benar berdasarkan kaidah berbahasa Aceh, serta mereka harus berbangga jika berbahasa Aceh.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini