Bandung – Pujatvaceh.com –  Angka kekerasan pada perempuan dan anak berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung Jawa Barat (Jabar) cenderung tinggi. Tercatat selama tahun tahun 2022 terdapat 450 kasus yang masuk ke laporan UPTD PPA.

Sebagai upaya menurunkan angka kasus kekerasan, DP3A Kota Bandung meluncurkan fasilitas berupa Sekolah dan Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak (Senandung Perdana) pada Senin, 23/10/2023.

Kepala DP3A Kota Bandung, Uum Sumiati, mengatakan empat jenis kasus kekerasan yang tertinggi yang dilaporkan adalah kasus kekerasan psikis, fisik, seksual dan penelantaran.

Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, bisa dilakukan dengan meningkatkan kewirausahaan, kemudian menurunkan tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menekan angka pekerja anak, mencegah perkawinan anak, serta meningkatkan peran ibu dan keluarga dalam pengasuhan anak.

“Dari unsur pendidikan, kami mengutamakan juga nanti para guru BK, para kepala sekolah dan juga pengurus OSIS dari sekolah, untuk penguatan sosialisasi dan edukasi pencegahan kekerasan ini dilakukan secara sistematis,” kata Uum di Kota Bandung, Selasa, 24/10/2023.

Menurut Uum pihaknya juga telah menyusun modul bersama dengan Poltekkes Bandung. Ada 8 modul utama yang akan disampaikan yakni pembangunan kualitas keluarga, pengasuhan berbasis hak anak, cegas kekerasan berbasis gender. Pencegahan perkawinan usia anak, psiko sosial dan eksploitasi seksual, psiko sosial anak, sanksi hukum dan keterampilan konseling.

“Di samping juga ada model tematik nanti berkaitan dengan literasi keuangan dan kewirausahaan. Dengan harapan jangka panjang, sekolah perlindungan ini akan menekan kasus kekerasan yang terjadi. Bahkan diharapkan bisa tidak terjadi sehingga bisa terwujudnya kota layak anak dan menuju kota yang ramah Perempuan,” katanya.

Sementara Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna, menyampaikan DP3A sebagai leading sektor harus mampu menginventarisasi kasus tak hanya di hilir, tapi juga di hulu. Dalam menangani persoalan ini jangan tiba-tiba yang jadi orientasi itu hanya di hilir, tetapi Ema berpendapat itu idealnya inventarisasi persoalan dilakukan dari hulu.

“Kita harus tahu apa sebetulnya yang menjadi persoalan utama, apa faktor ekonomi, di luar ekonomi, atau faktor-faktor lain. Sebab persoalan kekerasan yang terjadi bukan hanya ditangani DP3A, tapi beririsan dengan organisasi perangkat daerah (OPD) lain, seperti kesehatan, pendidikan, kependudukan, tenaga kerja, dan dengan aspek lain,” tutupnya.

Sumber : Metrotvnews.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini