Jakarta – Pujatvaceh.com – Bullying atau perundungan masih jadi masalah serius di tengah anak-anak.
Seperti yang dilansir tribunnews.com, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima aduan dari 480 anak yang menjadi korban bullying di sekolah pada periode 2016 hingga 2020. Rasa malu dapat menjadi latar belakang seseorang mengalami perundungan. Terkait hal ini, orangtua atau orang dewasa bisa memberikan bekal pada anak untuk membela diri secara mental emosional.
Hal ini diungkapkan oleh Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Subspesialis Anak dan Remaja (Psikiatri) RS Pondok Indah dr. Anggia Hapsari, Sp. K. J, Subsp. A. R. (K). Ia pun membagikan orangtua untuk membekali anak agar bisa bela diri dari pelaku bullying. Langkah pertama ajari anak-anak muda untuk memiliki titik kontrol dalam diri.
” Ajari, bahwa apa yang dipilih untuk dipikirkan adalah hal yang akan terjadi,” ungkap dr Anggia.
Setiap orang berhak menentukan secara kognitif bahwa diri sendirilah yang sebenarnya menentukan bagaimana perasaannya. Bukan orang lain yang menentukan hal itu.
Kecuali jika kita membiarkan orang lain melakukan itu terhadap kita Kedua, ajari anak-anak muda untuk mengenali dan memperbaiki pemikiran mereka yang tidak rasional.
Hal ini untuk menghindari kebingungan yang terjadi akibat terpaku pada empat jenis pemikiran yang tidak rasional. Yaitu sering menuntut, melebih-lebihkan, tidak tahan, serta suka memberi label dan menjelek-jelekkan.
Ketiga, ajari anak-anak muda untuk menerima diri apa adanya. Rasa malu dapat menjadi latar belakang seseorang mengalami perundungan. Anak-anak sering menyalahkan dirinya sendiri karena tidak mampu menangani perundungan atas dirinya.
Selain itu, rasa malu juga muncul ketika anak tidak mampu melakukan usaha yang lebih baik dari yang sudah mereka lakukan. Rasa malu juga membuat mereka menyimpan rahasia dan tidak mencari serta menerima pertolongan yang diberikan kepada mereka. Menyimpan rahasia membuat mereka mengulangi pemikiran-pemikiran yang tidak rasional.
“Hingga pada titik menganggap pemikiran tersebut merupakan kenyataan, bukannya pendapat,” tutur dr Anggia.
Pemikiran-pemikiran seperti ini kerap berujung pada logika tidak rasional. Seperti bunuh diri yang timbul karena perundungan