

Lhokseumawe, Puja TV Aceh: Hampir sepuluh bulan pengungsi Rohingya berada di Kamp BLK Kandang, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Dari 352 pengunggsi saat pertama terdampar ke Aceh, Saat ini hanya tersisa 56 pengungsi lagi setelah sebagian dari mereka dipindahkan ke Padang Bulan, Medan- Sumatera Utara pada tanggal 25 Maret 2021 lalu.
Meski sudah berkurang jumlah para pengungsi, namun aktivitas pembinaan yang dilakukan oleh NGO lokal GEUTANYOE di Kamp tersebut masih berjalan, salah satunya kelas edukasi yang dibina oleh Yayasan Geutanyoe, distribusi makanan dan buah oleh JRS, distribusi air oleh Human Initiative dan kegiatan lainnya baik dari PMI dan ACT.
Ada kegiatan yang menarik dilakukan oleh Geutanyoe saat memasuki bulan suci Ramadhan, anak-anak diajarkan mengaji dan sholawat secara rutin berdasarkan jadwal yang telah ditentukan oleh Fasilitator , kemudian ada beberapa pengungsi yang memproduksi ikan asin untuk dikonsumsi sendiri, dan ada juga yang dijual untuk sesama pengungsi yang sudah ditempatkan di Medan.

Hal ini diakui oleh Laibullah salah seorang pengungsi yang memproduksi ikan asin mengatakan bahwa dirinya biasanya membeli ikan yang banyak dijajakan warga dan kemudian di jemu rserta diasinkan, hasil kreatifitasnya diutamakan untuk di konsumsi sendirii da nada juga yang dikirimkan ke medan untuk saudaranya yang saat ini telah berada di Medan.

“Di sini kami dengan mudah mendapatkan ikan laut segar dari nelayan ataupun tempat penampungan ikan, berbeda dengan teman-temannya yang sudah dipindahlan ke Medan, teman-teman disana mengaku sulit mendapatkan ikan segar dan harganya terbilang mahal sehingga mereka meminta kami untuk membuat dan mengirimkan ikan asin kesan sebagai menu berbuka puasa.” Ungkap Laibullah kepada Puja TV Aceh.
Fasilitator edukasi Yayasan Geutanyoe, “Oji dan Muji” menyampaikan meskipun menjadi pengungsi itu tidak mudah, namun mereka tetap dapat hidup mandiri. Menjadi pengungsi tidak berarti tidak dapat berdikari diatas kaki sendiri, antusiasme para pengungsi remaja ini membuat kami dari Yayasan Geutanyoe menyambut baik dan akan memfasilitasi kebutuhan mereka untuk ini.
Muji menjelaskan bahwa berbagai jenis ikan yang diolah seperti, ikan tali pinggang, ikan teri, ikan tembang, ikan bilis, dan beberapa jenis ikan lainnya. Ada yang unik dalam pengolahan ikan asin dari para pengungsi ini berbeda dengan cara pengolahan ikan asin yang umumnya dilakukan oleh warga Aceh. Pengolahan ikan asin ala pengungsi Rohingya dimulai dengan membersihkan ikan dan kemudian dijemur sampai benar-benar sudah kering,setelah itu ikan direndam dalam air garam beberapa waktu lalu dijemur kembali selama dua hingga empat hari tergantung cuaca. Menurut para pengungsi cara menjemur ikan seperti ini sangat baik karena ikan tidak hancur dan tidak akan bau.
Asadullah salah seorang kepala keluarga pengungsi Rohingya juga menjelaskan hal yang sama dirinya membeli ikan dan memproduksi ikan asin sendiri untuk dikonsumsi selama bulan ramadhan ini bersama istri dan kedua anaknya .

Program manager Yayasan Geutanyoe Iskandar dewantara kepada puja TV Aceh menyebutkan bahwa life skill bagi para refuge menjadi point yang sangat penting dalam pembinaan mereka selama di kamp, dirinya mengajak berbagai stake holder untuk peduli pada skill para pengungsi, betapa tidak selama di Myanmar mereka warga yang tidak mempunyai akses apapun untuk bias mengembangkan diri dan skill akibat konflik yang terjadi selama ini.

Iskandar menambahkan “untuk mewujudkan hal tersebut yayasan Geutanyoe juga memfasilitasi Nozir Ammod, Muhammad Yusuf, dan Mahmudul Hasan untuk bisa meningkatkan ekonomi dengan berjualan kelapa muda selama bulan puasa di jalan depan camp. para pengungsi di bualn Ramadhan kedua 15 April 2021 menjajakan dagangannya berbaur bersama masyarakat sekitarnya. Ini membuktikan bahwa para pengungsi bisa produktif jika diberikan bimbingan dan kesempatan “ pungkasnya.