Banda Aceh – Pujatvaceh.com – Pasca memberikan kesaksian sebagai saksi ahli di depan persidangan tipikor dalam kasus korupsi PT RS Arun Lhokseumawe pada tanggal 7 November 2023 laku yang menjerat Mantan Wali Kota Lhokseumawe Suaidi Yahya dan Hariadi selaku Mantan Dirut PT RS Arun Lhokseumawe sebagai terdakwa, Puja TV mendapatkan keterangan langsung dari para ahli yang mewakili keahlian masing-masing.

Doktor Eva Achyani Zulfa, merupakan seorang ahli hukum pidana , akademisi dan dosen tetap pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Wakil Direktur Pasca Sarjana di UI juga.

Dirinya berpendapat bahwa kasus yang menjerat Mantan Wali Kota Lhokseumawe dan Direktur PT Rumah Sakit Arun Lhokseumawe seharusnya diselesaikan secara perdata bukan hukum pidana.

Berikut pendapatnya.

“Inikan upaya yang sebetulnya bagus ya ada satu aset yang ditinggalkan oleh satu perusahaan yang punya menjadi terlantar meskipun dia aset Negara tetapi inikan seperti barang rongsokan gitu ya, nah dari pemerintah dalam hal ini wali kota ingin mengupaya inibisa menjadi satu suatu rumah sakit yang memang dibutuhkan oleh masyarakat padahal sebetulnya ini satu niat baik, masyarakat  bisa terlayani, jadi kalau saya lihat dalam perkara ini niat baik dari pemerintah maupun pengelola rumah sakit dengan barang peninggalan yang tadinya tidak bisa berfungsi menjadi berfungsi itu menjadi satu catatan yang harus diliat oleh Majelis Hakim bahwa dalam konteks hukum pidana ada artinya kesalahan ya artinya niat jahat, kalau pun ada kekeliruan missal dalam kontrak, pernjanjian, maka itu penyelesaiannya harus memalui mekanisme perdata karena tidak bisa dijawab oleh hukum pidana” kata Dr. Eva Achyani Zulfa, SH., MH, Saksi Ahli Hukum Pidana.

Sementara itu saksi ahli Doktor Rouli A Valentina yang berprofesi sebagai dosen tetap hukum perdata dan hukum Perseroan Terbatas atau PT pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta dan beberapa perguruan tinggi lain nya menyatakan bahwa jika dalam dokumen PT RS Arun Lhokseumawe tidak dicantumkan perusahaan daerah sebagai pemegang saham maka PT Rumah Sakit Arun Lhokseumawe bukan merupakan anak perusahaan Daerah Lhokseumawe atau PTPL.

“Kita penting untuk menelaah akta dari pendirian PT rumah sakit yang dipermasalahkan apabila dalam akta pendirian rumah sakit bersangkutan itu dicantumkan secara tegas bahwa pemegang saham adalah Badan Usaha Milik Daerah maka PT rumah sakit jelas merupakan anak perusahaan dari Badan Usaha Milik Daerah tersebut namun jika tidak dicantumkan hal yang demikian secara tegas maka PT rumah sakit tidak memiliki hubungan hukum” ucap Dr. Rouli A Valentina SH., LLM, Saksi Ahli Hukum Perdata Dan Perseroan

Sedangkan Ahli Keuangan dan Penghitungan Keuangan Negara Suswinarno yang merupakan pensiunan PNS dari BPKP Pusat dan pernah menjadi auditor memeriksa kerugian keuangan negara menyebutkan bahwa tidak ada kerugian negara dalam kasus PT RS Arun Lhokseumawe seperti yang didakwakan hingga mencapai 44 milyar rupiah lebih, berikut penjelasan lengkapnya.

“Ada dua peristiwa dua titik, titik pertama adalah penyerahan dari aset rumah sakit dari Kementerian Keuangan ke Pemerintah Kota bisa ngga itu terjadi kerugian pada Negara?, bisa apabila aset itu berkurang jenis dan atau jumlahnya kalau aset itu tidak berkurang apalagi bertambah mana ada kerugian Negara, dan itu bisa dibuktikan asetnya masih utuh. Titik kedua pada saat kerjasama dengan pihak ketiga setelah Pemko mendapatkan hasil rumah sakit karena tidak punya dana, SDM untuk mengelola dikerjasamakan dengan pihak ketiga dan kerjasama itu lazim dilakukan oleh instansi pemerintah manapun untuk aset-aset yang tidak produktif dibuat menjadi produktif” tutur Suswinarno, Saksi Ahli Mantan Auditor BPKP Pusat.

Meskipun seluruh keterangan saksi ahli berpendapat bahwa PT RS Arun bukan kasus pidana dan tidak ada kerugian negara disana, tapi hasil akhir dari kasus ini berada ditangan hakim dengan segala kewenangan dan keyakinannya untuk memutuskan perkara tindak pidana korupsi ini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini